Selasa, 10 Agustus 2010

TAKDIR DALAM PRESPEKTIF ISLAM

PENDAHULUAN.
Beriman kepada qadha dan qadar merupakan salah satu rukun iman, yang mana iman seseorang tidaklah sempurna dan sah kecuali beriman kepadanya. Ibnu Abbas pernah berkata, “Qadar adalah nidzam (aturan) tauhid. Barangsiapa yang mentauhidkan Allah dan beriman kepada qadar, maka tauhidnya sempurna. Dan barangsiapa yang mentauhidkan Allah dan mendustakan qadar, maka dustanya merusakkan tauhidnya” (Majmu’ Fataawa Syeikh al-Islam, 8/258).

Dalam dunia islam/tasawuf, iman kepada Takdir ( qadho dan qadar )memiliki berbagai prespektif yang terkadang bersebrangan dengan hakekat nilai iman yang benar. Hal ini disebabkan karena munculnya penafsiran oleh manusia. Padahal telah kita ketahui bersama, bahwa pemikiran manusia tidak akan mampu mengapai hakekat takdir yang menimpa diri sendiri.Banyaknya paham/keyakinan yang dianut manusia menjadikan pemahaman masalah takdir terkadang menjadi rancu.Walaupun kita ketahui masalah takdir adalah masalah klasik dunia islam yang sudah terkaji dalam kitab-kitab para shalafus sholeh terdahulu, namun persoalan ditengah masyarakat modern menjadi semakin rancu disebabkan banyaknya teori yang bersebrangan dengan akidah yang benar dengan alasan ilmu pengetahuan ilmiah serta paham-paham agama lain yang memetamorfosis dengan ajaran islam.
(yaitu) orang-orang yang menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah dan menginginkan agar jalan itu menjadi bengkok, dan mereka kafir kepada kehidupan akhirat.
sehingga yang terjadi, banyak umat islam yang tersesat dari jalan kebenaran.Bahkan yang memprihatinkan, ketika mereka diingatkan kepada dasar yang lebih kuat dan bisa dipertanggung jawabkan, mereka mengatakan bahwa kebenaran adalah disisi alloh kita tidak bisa mengatakan keyakinan kita ini benar.Yang benar itu hanya disisi alloh.
Mereka lupa/pura2 lupa bahwa,Kebenaran telah hadir didunia ini dengan munculnya Agama samawi. Yakni agama yang diturunkan Tuhan bagi manusia untuk menunjukan jalan kebenaran.
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fithrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fithrah itu. Tidak ada perubahan pada fithrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; (1) tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui,
PROBLEMATIKA TAKDIR
Kembali ke masalah takdir,Sebagian orang mengatakan,manusia itu seperti Wayang orang, kita hanya mengikuti kehendak sang dalang. oleh krn itu, manusia tidak memiliki peran apapun dalam kehidupan ini. Dasar/dalil mereka antara lain :
Segala macam 'perbuatan' (sikap atau laku) apakah perbuatan diri sendiri
ataupun perbuatan yang terjadi diluar dirinya, adalah termasuk dalam dua
macam pengertian. Pengertian pertama dinamakan MUBASYARAH dan
pengertian kedua dinamakan TAWALLUD. Kedua pengertian ini tidak
terpisah satu sama lainnya.Artinya : Allah yang menciptakan dan apa yang kamu lakukan
Syekh Sulaiman Al Jazuli r.a menyebutkan dalam syarah\penjelasan Kitab
Dala-ilul Khairat bahwa apapun juga yang dilakukan oleh hamba,
perkataan, tingkah laku, gerak dan diam, namun semua itu sudah lebih
dahulu pada Ilmu, Qodo dan Qodar\Takdir Allah s.w.t.
Firman Allah dalam Al Qur'an :
Artinya : Tidaklah anda yang melempar (Hai MUhammad) tetapi Allah-lah
yang melempar ketika anda melempar.
Artinya : Tiada daya dan kekuatan melainkan dengan (daya dan kekuatan)
Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Agun
Artinya : Tidak bergerak satu zarrah juapun melainkan atas izin Allah
(Hadist Rasulullah s.a.w).

Pandangan diatas persis dengan agidah/ keyakinan kaum Jabariyah yang intinya mengatakan bahwa segala yang terjadi adalah dari tuhan ,manusia tidak daya apa-apa,tidak ada usaha dan menghilangkan ikhtiyar.


Yang pertama, kelompok Jabariah mengatakan bahwa takdir adalah keputusan Allah dimana baik dan buruk manusia ditentukan sepenuhnya oleh Allah tanpa manusia berupaya atau berkehendak dan mengganti keadaan tersebut.

Yang kedua, kelompok Qodariyah mengatakan bahwa takdir manusia ditentukan oleh seberapa besar usaha dan kehendak manusia tanpa intervensi atau pengaruh dan keikutsertaan Allah terhadap perjalanan hidup seorang manusia. Manusia bebas berkendak penuh terhadap perjalanan hidupnya. Kelompok ini memahami konsep pembalasan amal perbuatan manusia dengan keadilan yang sangat literal dan kaku, yaitu orang yang baik mesti ke surga dan yang jahat mesti ke neraka, dan tidak menerima konsep rahmat Allah yang tak terbatas, dalam artian, Allah dengan rahmat-Nya dapat saja memaafkan dan mengampuni kesalahan manusia dan menempatkannya di surga. Tanpa wahyu manusia dengan akalnya dapat mengetahui Tuhan, demikian juga baik dan buruk. Baik dan buruk itu bersifat objektif, maka akal dapat mengetahuinya. Fungsi wahyu berperan sebagai konfirmasi dan informasi. Karena sifat baik dan buruk itu adalah objektif maka setiap pelaku kebaikan mendapat imbalan yang baik, dan pelaku keburukan mendapat hukumannya.

Dan yang ketiga, kelompok Asya’ariah mengatakan bahwa Allah telah menetapkan takdir manusia ,tetapi manusia tetap dituntut untuk berupaya seoptimal mungkin. Manusia diberi kesempatan untuk berkendak atau berusaha untuk merubah keadaan dan kondisinya. Perubahan dapat berubah atas kuasa dan ridha Ilahi, walaupun takdir telah ditulis di Lauh Mahfuzh. Bagi Asy’ariyah tidak ada hukum produk akal. Akal tidak dapat mewajibkan atau mengharamkan, yang ada hanya hukum syariat, karena itu, tidak ada hukuman bagi orang yang belum sampai kepadanya syariat. Baik adalah apa yang diperintahkan syara’ dan buruk adalah apa yang dilarangnya. Tugas akal hanya sebagai alat untuk memahami ajaran-ajaran syara’. Asy’ariyah tidak ada kebenaran di luar agama Islam, karena yang menentukan benar dan salah, baik dan buruk sesuatu adalah agama.

Kaum Asy’ariyah dalam memahami konsep kekuasaan absolut Tuhan, bahwa Tuhan dengan wewenang-Nya yang absolut dapat saja memasukkan orang-orang saleh dan para nabi ke neraka dan para penjahat ke dalam surga. Tentu saja memasukkan manusia-manusia baik ke dalam neraka adalah paham kekuasaan yang kering dari rahmat dan kasih sayang Tuhan yang mengatasi segala sesuatu.

Kritik terhadap kelompok Jabariyah. Pemikiran ini mempunyai dampak buruk. Pemikiran ini menampik tanggung jawab dan menafikan adanya usaha manusia. Usaha manusia untuk mencari pendidikan dan mempelajari hukum dan moral tidak bermanfaat. Bila pemikiran ini mencabut kehendak bebas manusia maka tidak perlu lagi tanggung jawab, tugas, larangan, pahala dan siksa dalam syariat agama.

Kritik terhadap kelompok Qodariyah. Pemikiran ini hanya menekankan akal secara ekstrem sehingga cenderung menafikan peranan Tuhan dan menuhankan akal.

Kritik terhadap kelompok Asy ariyah. Logika idealektik yang berusaha dibangun oleh Asy’ariyah masih mengadung nilai- nilai empirik, tapi argumen-argumennya tetap saja membingungkan. Bagaimana mungkin Asy’ariyah membuktikan bahwa alam itu hadits (baru, tidak qadim), sementara gerakan dan siklus yang merupakan sifat tetap alam telah berlangsung tanpa permulaan. Pada hakikatnya alam adalah qadim, dalam pengertian bahwa Tuhan menciptakan alam tanpa permulaan dan tanpa bahan dasar, dan jarak antara keberadaan Tuhan dan keberadaan alam tidak mungkin diukur dengan waktu. Dengan kata lain, tidak ada rentang waktu antara Tuhan dengan alam walau sedetik pun. Dan posisi Tuhan tidak lain adalah ‘illat atau sebab keberadaan alam. Tanpa Tuhan alam tidak akan pernah ada.

Kelompok Asy’ariyah dalam logikanya mengambil kaidah “kunci” yaitu kemustahilan daur dan tasalsul (kausalitas). Apa alasan Asy’ariyah menetapkan kaidah seperti itu? Pada hakikatnya, daur dan tasalsul itu hal yang wajar dan merupakan tabiat alam. Tuhan telah menciptakan siklus dan hubungan kausalitas (sebab akibat) sehingga manusia sanggup mengolah dan memproses daur ulang alam ini dengan ilmu pengetahuannya. Teori kemustahilan ini hanya berakibat terhambatnya ilmu pengetahuan dan menjadikan manusia pasif dalam hidupnya (Halimi Zuhdy)

Nah, sebelum membahas pemikiran saya yang berkaitan dengan akidah Jabariyah, Qodariyah dan Asy,ariah, sekarang kita kembali kepada topik yaitu, takdir, kehendak Tuhan dan kehendak manusia. Pertama kita bicarakan dulu tentang takdir. Apa yang dimaksud Takdir. Kata takdir (taqdir) terambil dan kata qaddara berasal dari akar kata qadara yang antara lain berarti mengukur, memberi kadar atau ukuran, perhitungan, ketetapan dan keputusan sehingga jika Anda berkata, "Allah telah menakdirkan demikian," maka itu berarti, "Allah telah memberi kadar/ukuran/batas tertentu dalam diri, sifat, atau kemampuan maksimal makhluk-Nya." Takdir memiliki dua bagian: qadar dan qadha. Arti qadar adalah ukuran tentang fenomena dan kejadian. Sedang qadha adalah keputusan Tuhan tentang kejadian dan peristiwa dengan suatu perhitungan.

Dalam alam semesta ini qadar terwujud dalam ilustrasi kehidupan sehari-hari dan ilimiah. Sebagai contoh bergeraknya jantung. Maha Suci Allah1) yang menggerakkan jantung. Manusia tidak bisa menghentikan bergeraknya jantung sesuai dengan kehendak manusia. Hai jantung berhentilah ?. Jantung tidak akan berhenti. Jantung itu akan berhenti sesuai dengan kadar dan ukuran atau formula yang ditetapkan oleh Tuhan. Awalnya jantung itu sehat kemudian lama-lama akan menjadi rusak. Bagaimana kerusakan itu akan menyebabkan jantung itu berhenti. Inilah yang ditetapkan melalui rumusan atau ukuran yang pasti oleh Tuhan. Kalau jantung itu dirusak oleh tangan manusia apakah di tembak atau ditusuk dengan alat tajam atau memakan makan yang mengnandung kolesterol, jantung itu akan rusak. Berhentinya yang tergantung kerusakan yang ditentukan melalui ukuran Tuhan.

Seperti orang bunuh diri. Bunuh diri ini dilarang oleh Tuhan.2) Jadi bunuh diri itu bukan kehendak Tuhan tetapi kehendak manusia itu sendiri. Nah, hasilnya apakah dia itu mati atau luka parah atau luka ringan. Itu tergantung pada rumusan atau ukuran yang sudah ditetapkan. Kalau dia bunuh diri melompat dari gedung bertingkat 20. Menurut ukuran Tuhan pasti mati, kalau tidak ada rintangan. Kalau dia melompat gedung yang dibawah banyak rintangan misalnya, ada pepohonan dan sebagainya bisa jadi tidak mati.

Kelompok Jabariyah menggunakan Surat Al Anfaal (80) ayat 17 digunakan sebagai dasar untuk menyatakan bahwa semua perbuatan manusia ditentukan Tuhan.

“Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allahlah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar. (Allah berbuat demikian untuk membinasakan mereka) dan untuk memberi kemenangan kepada orang-orang mukmin, dengan kemenangan yang baik. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”

Manusia dapat bergerak. Kakinya bisa berjalan dan bisa berlutut. Tangannya bisa digerakkan untuk mengambil, melempar atau mengayunkan pedang. Ini merupakan takdir Allah. Tetapi tangan kamu, kamu gunakan untuk membaca atau kamu gunakan membunuh atau melempar orang. Ini bukan kehendak Tuhan, juga bukan takdir Tuhan. Itu semata-mata kehendak manusia. Kalau manusia membunuh tanpa ada alasan yang kuat. Manusia harus mempertanggung jawabkan. Kalau manusia melempar batu kena kepala orang tanpa alasan jelas Perbuatan ini harus dipertanggung jawabkan kepada Tuhan. Kalau perbuatan itu takdir Tuhan berarti tidak perlu dipertanggung jawabkan kepada Tuhan.
Islam ketika berbicara masalah itu, terlebih dahulu menempatkan sang Kholik dalam dua kedudukan.
Pertama, Dia adalah dzad pencipta dan maha kuasa untuk berbuat apapun.
Kedua, bersama Maha kuasaNya Dia juga Maha Adil. Keduanya tidak terpisahkan. Ketika manusia mengucapkan " Selama Dia yang menciptakan segala perbuatan, mengapa Dia menjatuhkan siksaan " Sebenarnya manusia menonjolkan sifat kuasaNya dan melepaskan Sifat Adil dari-Nya.Sebagian lain yang mengangap bahwa Allah tidak ikut campur tangan sama sekaliterhadap nasib yang meliputi manusia dan semuanya hanya tergantung pada amal, pikiranya maka sesungguhnya dia telah mengingkari sifat Kuasa Allah.Allah hanya dijadikan dzat pasif. hanya penilai dan pembalas,tanpa peran dalam kehidupan.
Padahal Allah telah merancanakan kehidupan ini dengan teliti dan rapi sesuai dengan kesempurnaan ilmu dan hikmahNya.Dia telah membebankan tugas yang harus diemban manusia.Dia juga menciptakan penghalang menuju keselamatan yang diembanya, Namun Dia juga menurunkan penuntun, dan pembela manusia yang mau mengikuti mereka, yaitu para Rasul." Sesungguhnya kami telah menunjukinya ke jalan (kebenaran) adakalanya berterima kasih dan adakalanya ia ingkar " (Ad-Dahr 3)." demi diri (manusia) dan yang menyempurnakannya (Allah).Lalu Dia mengilhamkan kepadanya jalan keburukan dan jalan kebenaran......(asy-syam 7-10).

Kesimpulan

Masalah Takdir adalah masalah klasik yang sering menjadi perdebatan dalam realita kehidupan manusia,Baik oleh para agamawan maupun para spiritualis. Karena Takdir merupakan pokok KeImanan yang dari situlah keyakinan manusia bisa diketahui benar atau salah.Sebab pengaruh KeImanan kepada Takdir akan berimplikasi dalam mengarungi realita kehidupan. lemah atau rancunya keimanan pada Takdir berakibat fatal bagi kehidupan manusia, yakni kehancuran nilai-nilai kemanusiaan yang fitri serta hilangnya tujuan hidup manusia didunia.Sedangkan diakhirat neraka jahanam menanti bagi manusia-manusia yang mengingkarinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar