Sabtu, 14 Agustus 2010

TAUKID KEKUATAN SPIRITUAL MUSLIM

 OLEH MUHAMMAD NIZAR.

 TAUKID

MENOLAK MENGABDI SELAIN KEPADA ALLAH

Seorang muslim meyakini bahwa tauhid adalah dasar Islam yang paling agung dan hakikat Islam yang paling besar, dan merupakan salah satu syarat  diterimanya amal perbuatan disamping harus sesuai dengan tuntunan rasulullah.
Tauhid (Arab :توحيد), adalah konsep dalam aqidah Islam yang menyatakan keesaan Allah.
Tauhid dibagi menjadi 3 macam yakni tauhid rububiyah, uluhiyah dan Asma wa Sifat. Mengamalkan tauhid dan menjauhi syirik merupakan konsekuensi dari kalimat sahadat yang telah diikrarkan oleh seorang muslim.
Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa berfirman: "Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu" (QS An Nahl: 36)
"Padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan" (QS At Taubah: 31)
"Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik)" (QS Az Zumar: 2-3)
 Periode dakwah yg dilakukan Rasulullah saw. di Makkah menegaskan betapa tauhid sangat urgen pengaruhnya. Ayat-ayat Alquran yg diturunkan Allah pada fase itu fokus utamanya berbicara tentang tauhid. Generasi sahabat mereka yg dibina Rasulullah saw. adl manusia-manusia yg bertauhid yg tidak dijumpai di permukaan bumi ini sebelum dan sesudahnya. Tauhid mampu merubah manusia menjadi manusia yg perilakunya sesuai dgn keinginan Allah SWT. Mungkinkah kita menjadi orang yg bertauhid seperti yg diinginkan? Dengan berdoa dan memohon taufik dari-Nya Insya Allah kita bisa mencapai ke arah itu minimal pemahaman tauhid kita tidak melenceng dari rambu-rambu yg ditetapkan Allah. Semua itu memerlukan pemahaman yg benar akan tauhid dari sumbernya yg autentik yaitu Alquran dan Sunah serta kitab-kitab tauhid yg diakui keabsahannya oleh ulama-ulama Islam dahulu dan sekarang. Untuk mendapatkan pemahaman yg benar dari sumber ilmu yg autentik maka perlu merujuk kepada pehamaman generasi teladan umat yaitu generasi salaf. Kelurusan dan keteladanannya dalam beragama dan beraqidah tidak diragukan lagi krn mereka mewarisi apa yg telah diajarkan Rasulullah saw. Allah SWT telah memberikan penilaian terhadap generasi tersebut akan keteladanan dan keutamaannya dari umat-umat atau generasi-generasi lainnya. Allah SWT telah berfirman “Kalian adl umat yg terbaik yg dilahirkan utk manusia menyuruh kepada yg ma’ruf dan mencegah kepada yg mungkar dan beriman kepada Allah.” . Demikian juga sabda Rasulullah saw “Sebaik-baik generasi ialah generasiku kemudian generasi sesudah mereka kemudian generasi yg sesudah mereka kemudian setelah itu datang pula kaum-kaum yg persaksiannya mendahului sumpahnya .” . Jadi generasi umat yg dapat dijadikan suri tauladan adl tiga generasi semenjak generasi Rasulullah saw sampai generasi tabi’it tabiin yaitu Generasi sejaman dgn Rasulullah saw sahabat ra . Generasi sesudah mereka tabi’in . Generasi yg sesudah mereka tabi’it tabi’in sampai abad ke-3 H. Inilah tiga generasi pertama umat Islam generasi yg terpercaya dalam menyampaikan agama Allah SWT. Kepada merekalah kita merujuk segala pemahaman agama Islam ini yg benar dan lurus melalui merekalah kita mengambil ilmu syariat agama ini yg telah Rasulullah saw ajarkan dan mereka ini adl generasi yg menumbuhkan sunnah-sunnah Rasulullah saw. Banyak sekali sumber-sumber rujukan ilmu agama yg telah diwariskan oleh generasi kaum salaf. Dan juga generasi sesudahnya yg mengikuti jejaknya yg lurus dan dapat dipercaya. Akan tetapi di antara pemahaman yg lurus itu telah muncul pula pemahaman yg menyimpang yg menyebabkan umat Islam ini berpecah-pecah atau bergolong-golongan. Masing-masing dari golongan yg telah menyimpang itu juga mengklaim bahwa golongan sendirilah yg pemahamannya benar sedangkan yg lain salah. Maka benarlah apa yg telah disabdakan oleh Rasulullah saw “Umatku akan terpecah belah menjadi tujuh puluh tiga golongan. Semuanya masuk neraka kecuali satu golongan.” Ditanyakan kepada beliau “Siapakah mereka wahai Rasul Allah?” Beliau menjawab “Orang-orang yg mengikutiku dan para sahabatku.” . Dengan memahami persoalan tersebut di atas maka kita sadar bahwa tiap Muslim perlu mencari dan mendapatkan pemahaman agama yg banar dan lurus yg tidak dibelokkan oleh kaum yg bodoh dan menuruti hawa nafsunya serta kepentingan kelompoknya. Hanya atas petunjuk dan pertolongan Allah sajalah kita dapat mengikuti jejak Rasulullah saw di dalam beribadah kepada-Nya. Maka dgn mengharap pertolongan petunjuk taufik dan hidayah-Nya di dalam rubrik “TAUHID” ini www.alislam.or.id berusaha menyajikan kepada pemahaman yg lurus sesuai dgn pemahaman salafussalih dari umat ini. I. MUKADIMAH TAUHID A. Tauhid Merupakan Dakwah Semua Rasul Bahwa semua rasul yg diutus kepada umat manusia mempunyai kesamaan tujuan adl sebuah aksioma yg mesti diketahui tiap Muslim. Hal itu dijelaskan dgn rinci oleh Allah SWT dalam firmannya di beberapa tempat dalam Alquran. Firman Allah tentang rasul pertama Nuh as“Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya lalu ia berkat ‘Wahai kaumku sembahlah Allah sekali-kali tak ada Tuhan bagimu selan-Nya. Sesungguhnya kalau kamu tidak menyembah Allah aku takut kamu akan di timpa azab hari yg besar .” Firman Allah menjelaskan tentang perkataan Hud as kepada kaumnya“Dan Kami telah mengutus kepada ‘Ad saudara mereka Hud ia berkata ‘Hai kaumku sembahlah Allah sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Maka mengapa kamu tidak bertakwa kepadanya.” Firman Allah tentang perkataan Saleh as kepada kaumnya“Dan Kami telah mengutus kepada kaum Tsamud saudara mereka Saleh. Ia berkata ‘Hai kaumku sembahlah Allah sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selan-Nya.” Firman Allah tentang perkataan Su’aib kepada kaumnya“Dan Kami telah mengutus kepada penduduk Madyan saudara mereka Su’aib. Ia berkata ‘Hai kaumku sembahlah Allah sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya.” Penjelasan Allah tentang diutusnya tiap rasul“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat ‘Sembahlah Allah dan jauhilah thaghut itu.” Penjelasan Allah tentang rasul-rasul sebelum Muhammad”Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul pun sebelum kamu melainkan kami wahyukan kepadanya “Bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Aku maka sembahlah oleh mu sekalian akan Aku.” Penegasan Rasulullah saw tentang tauhid“Saya diperintahkan utk memerangi manusia sehingga mereka bersaksi bahwa tiada Tuhan yg Haq disembah selain Allah SWT dan bahwa Muhammad adl utusan Allah.” . Dari uraian di atas maka kewajiban seorang Muslim yg pertama dan utama adl menauhidkan Allah SWT dan bersaksi bahwa Nabi Muhammad saw adl utusannya dgn menunaikan kewajiban-kewajiban yg dicakup oleh kalimat sahadatain itu. B. Macam-Macam Tauhid Tauhid terbagi menjadi tiga macam Tauhid Rububiyah Tauhid Uluhiyah Tauhid Asma dan Sifat
C. Urgensi Tauhid dan Korelasinya dalam Menghapus Dosa Firman Allah “Orang-orang yg beriman dan tidak mencampuradukan iman mereka dgn kezaliman mereka itulah orang-orang yg mendapat keamanan dan mereka itu adl orang-orang yg mendapat petunjuk.” Abdullah ra ia berkata “Ketika ayat ini turun kami berkata kepada Rasulullah saw ‘Wahai Rasulullah siapakah di antara kami yg tidak menzalimi dirinya?’ Beliau bersabda ‘Bukanlah maksudnya seperti yg kalian katakan maksudnya adl syirik tidakkah kalian mendengar perkataan Lukman kepada anaknya ‘Hai anakku janganlah kamu mempersekutukan Allah sesungguhnya mempersekutukan Allah adl benar-benar kezaliman yg besar.” Dari Ubadah bin Shamit ra ia berkata Rasulullah saw bersabda “Barang siapa bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah tiada sekutu baginya dan Muhammad adl hamba dan Rasulnya dan bahwa Isa as adl hamba Allah dan Rasulnya ia adl kalimat-Nya yg dianugerahkan kepada Maryam sebagai ruh dari-Nya dan bersaksi bahwa surga dan neraka adl kebenaran yg haq maka Allah akan memasukkannya kedalam surga dgn amalan apapun yg pernah ia kerjakan.” Hadits Itban ra meriwayatkan bahwa Allah mengharamkan neraka terhadap orang yg berkata “Tiada Tuhan selain Allah dgn tujuan ikhlas krn Allah.” Hadis-hadis di atas juga yg semisal dengannya menjelaskan keutamaan kalimat tauhid tidaklah hanya sebatas ucapan yg dilafalkan mulut semata namun ia memerlukan konsekwensi dari orang yg mengucapkannya. Karena tidaklah kaum Musrikin Quraisy dahulu tidak bisa melafalkannya tetapi mereka mengetahui konsekwensi jika mereka mengucapkan kalimat itu tentunya hidahyah dan taufik Allah juga tidak masuk kepada mereka. D. Tanya Jawab a. Tanya Apakah macam-macam tauhid dan jelaskan definisinya? Jawab Macam-macam tauhid ada tiga Tauhid Rububiyah Tauhid Uluhiyah dan Tauhid Asma wa Sifat. Tauhid Rububiyah adl mengesakan Allah dalam hal mencipta memberi rezeki menghidupkan mematikan dan yg semacamnya seperti mengelola apa yg ada di langit dan di bumi. Serta mengesakan Allah dalam menentukan hukum dan perundang-undangan dgn mengutus Rasul dan menurunkan kitab. Firman Allah “Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yg telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa lalu Dia bersemayam di atas Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yg mengikutinya dgn cepat dan diciptakannya pula matahari bulan dan bintang-bintang tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah menciptakan dan memerintah hanyalah Allah. Maha Suci Allah Tuhan semesta alam.” Tauhid Uluhiyah ialah mengesakan Allah dalam beribadah hanya kepadanya tidak menyembah selai-Nya tidak berdo’a kecuali kepadanya tidak memohon pertolongan kecuali kepadanya tidak bernadzar atau menyembelih binatang kecuali bagi-Nya. Firman Allah “Katakanlah ‘Sesungguhnya shalatku ibadatku hidupku dan matiku hanyalah utk Allah tuhan sekalian alam. Tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yg diperintahkan kepadaku dan aku adl orang yg pertama-tama menyerahkan diri kepada Allah.” Tauhid Asma wa Sifat adl mensifatkan Allah dan menamakan-Nya sesuai dgn apa yg disifatkan dan dinamakan oleh Allah sendiri dan sesuai dgn apa yg disifatkan dan dinamakan oleh Rasulullah saw kepada-Nya dalam hadis-hadis sahih dan menetapkan bagi-Nya tanpa menyerupakan mempermisalkan dan tanpa mentakwilkannya. Firman Allah “Tidak ada sesuatupun yg serupa dgn Dia dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” . Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia
sumber file al_islam.chm
h kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta`atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus" (QS Al Bayinah: 5)

MENOLAK MENGABDI SELAIN KEPADA ALLAH

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih Maha Penyayang Lâ ilâha illa Allâh adalah ungkapan paling murni dalam lubuk fitrah manusia. Rasulullah saw datang ke tengah umat manusia dengan mengumandangkan kalimat “Lâ ilâha illa Allâh” (tiada tuhan selain Allah) itu; sebagai pernyataan utama dari pesan kenabian (kerasulan), yang merupakan landasan paling penting bagi pembebasan dan kemerdekaan manusia.
Sebagian kelompok dalam masyarakat yang menobatkan diri sebagai kalangan elit, para pembesar, kepala-kepala suku (dan bangsa) yang merasa memiliki kewibawaan dan kemuliaan (secara sosial, ekonomi, dan politik) menjadi kelompok yang berdiri di barisan paling depan dalam menentang panggilan fitrah tersebut. Mereka juga mempengaruhi dan mengomandani anggota masyarakat lainnya untuk melawan (seruan) Rasulullah saw. Pada mulanya mereka menggunakan ejekan, kritik sinis, olok-olok, dan celaan, yang mencerminkan cara-cara primitif dan tidak beradab dalam pergaulan sosial.
Mereka melakukan itu karena kebencian terhadap seruan Rasulullah saw. Selanjutnya rasa benci itu berkembang sebagai bentuk permusuhan, yang menjadikan celaan dan ejekan sebagai alat yang dianggap paling tepat dengan mempropagandakannya berulang-ulang demi hendak menyaingi langkah gerak tauhid (pengesaan Tuhan) yang diperjuangkan Rasulullah saw sejak awal hingga akhir. Kelompok-kelompok lain yang berada di bawah pengaruh mereka juga terdorong (melakukan hal serupa) masuk ke dalam arena kebencian dan permusuhan terhadap Rasulullah saw dan orang-orang mukmin.
Pada fase awal perjuangan Islam, sejarah kemudian mencatat bagian-bagian kisah memalukan dan tak bermoral telah dilakukan oleh para penentang tauhid yang terjadi selama tidak kurang dari tiga belas tahun sebelum hijrah Nabi Muhammad saw (dari Mekkah) ke Madinah. Catatan sejarah ini mengungkap berbagai fakta yang patut diperhatikan secara sungguh-sungguh karena di dalamnya memuat proses perjuangan yang dapat meyakinkan kita atas pengetahuan dan pemahaman tentang Islam, khususnya tauhid. (Tauhid adalah kata inti dan terpenting dalam Islam, yang menjadi pembuka dan penutup ajarannya). Bagi kita, satu di antara sekian banyak kejadian yang paling memilukan dalam perjalanan hidup ini adalah perubahan bentuk dan pemutarbalikan konsep tauhid. Hal ini seharusnya dicermati–oleh setiap orang yang menyatakan dirinya merdeka– sebagai sebuah tragedi paling menyedihkan dalam kehidupan. Sebab, dengan menerima penyelewengan konsep yang paling fundamental dalam agama ini, berarti kita tidak dapat lagi menemukan konsep lain yang bisa memberi hasil nyata dalam mewujudkan kemerdekaan dan pembebasan manusia di sepanjang jalan peradaban. Tauhid datang kepada umat manusia sebagai tanda dan bentuk pembebasan dari setiap penindasan.
Dalam menegakkan peradaban manusia, sejauh yang kita kenal, para nabi dan rasul–sebagai pembawa risalah Ilahi–menjadi titik sentral dari pergerakan yang begitu penting demi (menuju) kebaikan dan kemaslahatan manusia. Gerakannya bertujuan membebaskan masyarakat dari penindasan, kekejaman, diskriminasi, dan tindakan yang melampaui batas, mengganggu dan merusak.
Bagian terpenting dari moralitas (dan akhlak) yang terkandung dalam ajaran agama-agama besar, menurut Erich Fromm, meliputi gagasan dan cita-cita tentang pengetahuan, persaudaraan (mencintai sesama), mengurangi penderitaan manusia, pembebasan atau kemerdekaan diri, serta adanya tanggung jawab terhadap setiap bentuk perbuatan. Tentu saja, pelaksanaan dari cita-cita mulia seperti ini tidak bisa diharap dan ditemui dari para peneliti materialis. Sebenarnya, gagasan dan cita-cita tersebut dapat disebut sebagai beberapa bentuk perwujudan “tauhid”. Nabi Muhammad saw, sambil mengarahkan para pendengarnya pada tauhid, senantiasa mengungkap pesan-pesan yang mereka jadikan slogan itu, dengan mengejawantahkan tauhid dalam kenyataan (yakni, dalam perilaku sehari-hari). Dalam garis perjuangan Nabi Muhammad saw, setiap ajakan harus bisa dipraktikkan dan sang penyeru harus mewujudkannya (lebih dahulu) dalam tingkah laku. Karena itu, sungguh keadaan yang patut disesalkan jika mereka–yang mengklaim bertauhid dan mengikuti gagasan dan cita-cita luhur di atas– menganggap bahwa konsep tauhid sebagai sesuatu yang tak dapat dipraktikkan, atau malah menjadi teka-teki yang membingungkan, atau hal yang menyesatkan lainnya. Atau mereka mengira bahwa semua pemikirannya (tauhid) cuma sebagai konsumsi pikiran (otak) saja yang hanya ditimbang sepintas lalu dan hanya dirasa perlu dan dicari-cari (pemahamannya) ketika gagasan dan pemikiran (tauhid) itu dilontarkan kepada mereka. Penolakan dan penentangan yang terjadi pada periode awal terbitnya Islam mengungkapkan bukti berharga berkenaan dengan syiar dan pemahaman terhadap konsep ketauhidan. Bukti tersebut adalah: bahwa semboyan lâ ilâha illallâh (tiada tuhan selain Allah) telah menjadi hantaman telak terutama bagi orang-orang yang geram (sambil menggemertakkan gigi) lantaran kebencian dan permusuhan.
Gerakan tauhid mendapat perlawanan sengit dari kelompok-kelompok yang berpengaruh dalam masyarakat dengan mengerahkan seluruh keutamaan, kewibawaan, dan kekuatan (sosial-politik) yang menjadi haknya. Orientasi sosial sebuah (konsep) pemikiran dan gerakan Ilahiah, dengan berbagai bentuk kegiatannya, dapat dilihat dengan baik melalui reaksi kelompok-kelompok yang memusuhi gerakan atau pemikiran Ilahiah tersebut. Reaksi musuh tersebut akan memperlihatkan dengan jelas–tentu melalui penelitian–sifat-sifat mereka berikut pendukungnya.
Dengan meneliti bentuk interaksi sosial yang terjadi bisa diketahui bahwa penentangan suatu kelompok masyarakat tertentu pada umumnya berhubungan dengan usaha-usaha pergerakan dan pemikiran tersebut. Kuatnya kebencian pihak musuh merupakan tantangan yang menguji kualitas dan kekuatan sebuah gerakan. Ternyata, penelitian terhadap kondisi semacam itu menghasilkan pemilahan terhadap masyarakat menjadi dua kelompok; satu golongan sebagai pendukung gerakan, yang berhadapan dengan golongan lain sebagai musuhnya. Sehingga –belajar dari semua itu– kita kemudian bisa mempertimbangkan dan memilih jalan mana yang maslahat, aman, dan bijaksana, guna menemukan pemahaman yang benar dari suatu gerakan suci (ketuhanan).
Dengan mengamati secara teliti kondisi masyarakat tersebut, kita melihat adanya kelompok berpengaruh yang memiliki kekuatan (sosial, ekonomi, dan politik) yang besar. Mereka biasanya menjadi lapisan pertama yang menentang panggilan Ilahi (agama). Mereka mewujudkan seluruh bentuk penentangan itu dengan daya upaya sebaik dan sekuat mungkin dari yang mereka mampu lakukan.
Oleh karena itu, kita dapat memahami dengan jelas bahwa suatu agama atau gerakan Ilahiah biasanya (lazim) menghadapi kelompok seperti itu. Bentuk yang terkandung dalam setiap seruan agama (Ilahi) ialah perlawanan terhadap sifat dan sikap mereka yang melampaui batas, juga terhadap kekuatan atau kekayaan yang diperoleh secara curang, selain perlawanan secara mendasar terhadap segala bentuk diskriminasi sosial. Dengan menggunakan ketauhidan dalam menimbang permasalahan, berarti kita berhadapan dengan simbol-simbol kebesaran dan kemuliaan yang ditempatkan secara keliru dalam masyarakat.
Simbol-simbol itu digunakan oleh sebagian orang untuk memanipulasi, membodohi, dan menindas anggota masyarakat yang lain. Jadi, konteks tauhid sesungguhnya bukanlah sekadar urusan pemikiran, atau teori, atau sebagai filsafat, atau suatu ungkapan dan syair indah semata –sebagaimana hal ini telah menjadi sebuah kekeliruan (kesalahkaprahan) yang merata dalam pemahaman masyarakat (umumnya). Tetapi, tauhid adalah asas terpenting bagi manusia untuk melihat keberadaan alam semesta, menyadari posisi diri dan memperbaiki akhlak, di samping keberadaannya sebagai doktrin sosial, ekonomi, dan politik. Dalam peristilahan dan literatur keagamaan serta wacana yang lain, tauhid memiliki pengertian paling luas dalam pergerakan masyarakat. Tauhid dapat tumbuh subur dan mudah berkembang karena ia dapat memberikan pengaruh kuat bagi setiap konsep konstruktif dan revolusioner, sekaligus menutupi aspek-aspek buruk dan diskriminatif dalam kehidupan sosial.
Oleh karena itu, adalah keliru jika menganggap bahwa pemikiran dan gerakan tauhid hanyalah sebagai proses kebetulan dalam peradaban. Seluruh pernyataan dan gerakan Ilahiah yang terjadi dalam sejarah justru mengisyaratkan dan tertuju pada satu titik, yakni kesaksian bahwa tidak ada tuhan selain Allah; bahwa pencipta dan pengatur alam semesta beserta seluruh isinya hanyalah Dia, dan semua akan kembali kepada-Nya.
Manusia hidup di dunia ini pasti mempunyai maksud dan tujuan tertentu, Allah swt telah menjelaskan didalam Al Quran bahwa jin dan manusia telah diciptakan memiliki maksud dan tujuan untuk beribadah kepadaNya. Firman Allah “telah aku ciptakan jin dan manusia hanya untuk beribadah kepadaKu.” (QS. Adz-Dzariat (51):56). Makna ibadah menurut ulama Tauhid adalah meng-Esakan Allah SWT dengan sungguh-sungguh dan merendahkan diri serta menundukkan jiwa setunduk-tunduknya kepadaNya. (Ahmad Tib, 2003:137). Sedangkan makna ibadah adalah taat kepada Allah dengan menjalankan apa yang telah diperintahkan-Nya melalui lesan-lesan para Rosul. (Hasan, 1994:27). Sifat ketundukan dan pengakuan bahwa yang Maha Esa hanyalah Allah, adalah bekal seorang hamba dalam manjalankan tugas ibadah. Dengan mentaati perintah dan cara-cara yang Rosul ajarkan, seorang hamba akan lebih termotifasi ketaatannya dalam beribadah kepada Allah.
Pada waktu nabi menerima wahyu Al Quran, mulai saat itu pula ia menyebarkan misi keagamaan, dan reformasi sosial. Reaksi masyarakat Mekkah pada umumnya, khususnya suku Quraisy yang juga merupakan suku nabi sendiri menolak dan menentang secara ekstrim. Tetapi nabi berteguh dan terus berjuang untuk meraih sejumlah pengikut dalam masa lebih dari 13 tahun selama misinya di Mekkah. Secara umum disepakati bahwa periode Mekkah, Al Quran dan sunnah lebih banyak berisi tentang ajaran Agama (Tauhid) dan Moral. (Abdullahi ahmed, 2004:21). Tauhid sebagai ilmu, baru dikenal ratusan tahun setelah Nabi Muhammad wafat. Istilah ilmu Tauhid itu sendiri baru muncul pada abad ketiga Hijriyah. Tepatnya dizaman pemerintahan khalifah Al Makmun, Kholifah ketujuh dinasti Bani Abas. (Yusran Asmuni, 2003:03) .Meskipun inti pokok risalah Nabi Muhammad saw adalah tauhid, namun pada masa beliau Tauhid belum merupakan ilmu keislaman yang berdiri sendiri, tetapi Tauhid sudah terbukti mampu menjadi pilar perjuangan umat Islam.
Muhammad Abduh mendefinisikan makna tauhid sebagai suatu ilmu yang membahas tentang wujud Allah, tentang sifat-sifat yang wajib tetap padaNy, sifat-sifat yang boleh disifatkan kepadaNya dan tentang sifat-sifat yang sama sekali wajib dilenyapkan dari padaNya, juga membahas tentang Rosul-rosul Allah meyakinkan kerosulan mereka, dan apa yang terlarang menghubungkannya kepada diri mereka. (Muhammad Abduh, 1979 : 36). Musa Asy'arie menambahkan bahwa makna Tauhid menurut pandangan filsafat Islam adalah suatu sistem pandangan hidup yang menegaskan adanya proses satu kesatuan dan tunggal kemanunggalan dalam berbagai aspek hidup dan kehidupan semua yang ada, berasal dan bersumber hanya pada satu Tuhan saja, yang menjadi asas kesatauan ciptaanNya dalam berbagai bentuk, jenis dan bidang kehidupan. (Asy'arie. 2002 : 181). Dari dua pandangan ini, ternyata Tauhid memiliki tema pembahasan dan peran yang sangat penting dalam membentuk pribadi seorang muslim. Tauhid yang menjadi proses satu kesatuan dan tunggal kemanunggalan dalam berbagai aspek hidup dan kehidupan yang bersumber pada satu Tuhan saja, haruslah menjadi falsafah hidup seorang muslim.
Dalam pandangan Islam, Tauhid bukan sekedar mengenal dan memahami bahwa pencipta alam semesta ini adalah Allah, buka sekedar mengetahui bukti-bukti rasional tentang kebenaran wujud dan ke-Esa-an Nya serta bukan sekedar mengenal asma dan sifat-sifatNya, tetapi yang paling pokok dari itu adalah penerimaan dan resfons cinta kasih dan kehendak Tuhan yang dialamatkan kepada manusia. Namun yang terpenting adalah agar sikap ketauhidan ini dapat menyemangati kehidupan sehingga bukan hanya keshalehan individu yang kita harapkan dapat terwujud, melainkan juga keshalehan dan ketaqwaan sosialnya
Pandangan Hasan Hanafi yang di kutip oleh Kazuo Shimogaki menyebutkan bahawa, selama dalam sistem sosial masyarakat masih ada kesenjangan antara si kaya dengan miskin, adanya golongan penindas dan tertindas maka selama itu pula masyarakat dibalut oleh paham syirik (Shimogaki, 2003:20). Pengingkaran terhadap makna tauhid adalah perbuatan syirik, karena syirik bukan semata-mata tindakan yang ujudnya adalah penyembahan berhala atau kesukaan pergi kekuburan yang maknanya dalam ibadah, melainkan juga penguasaan manusia atas manusia lain.
Bagi seorang muslim dalam konteks Teologi, Tauhid adalah pernyataan iman kepada Tuhan Yang Maha Tunggal, dalam suatu sistem, karena pernyataan iman seseorang kepada Tuhan, bukan hanya kepada pengakuan lesan, pikiran dan hati atau kalbu, tetapi juga tindakan dan aktualisasi, yang diwujudkan dan tercermin dalam berbagai aspek kehidupan. . (Asy'arie. 2002 : 182). Dari berbagai pandangan tentang makna tauhid yang di maknai oleh Muhammad Abduh, Musa Asyari, dan Hasan Hanafi, dapat di tarik kesimpula bahwa makna Tauhid adalah tema sentral yang membahas tentang wujud Allah, sifat-sifat Allah, dan Rosul-rosul Allah yang mempunyai konsekuensi dalam kehidupan berupa praktek sosial umat Islam yang konkrit.

Doktrin tauhid yang menjadi ruh kekuatan Islam tidak pernah hilang dari perjalanan sejarah, walaupun aktualisasinya dalam dimensi kehidupan tidak selalu menjadi kenyataan. Dengan kata lain, kepercayaan kepada ke-Esa-an Allah belum tentu terkait dengan prilaku umat dalam kiprah kesejarahannya. Padahal, sejarah membuktikan bahwa tauhid menjadi senjata yang hebat dalam menancapkan pilar-pilar kesejarahan Islam.
Tauhid adalah pegangan pokok dan sangat menentukan bagi kehidupan manusia, karena tauhid menjadi landasan bagi setiap amal yang akan dilakukan. Allah menjelaskan dalam firmanNya bahwa, orang yang mengerjakan amal saleh baik laki-laki maupun perempuan sedang mereka dalam keadaan beriman maka oleh Allah akan diberikan kehidupan yang baik dan juga akan diberi balasan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan (An-Nahl: 97).
Dalam konteks ini, orang kemudian mempertanyakan praktek sosial Islam yang dianggap tidak komprehensif. Praktek sosial Islam ini banyak dibahasakan dengan berbagai istilah, antara lain Tauhid Sosial. Adie Usman Musa mengutip dari Syafi’i Ma’arif, beliau menyebutkan bahwa Tauhid Sosial sebagai dimensi praksis dari resiko keimanan kepada Allah SWT. Doktrin ini sudah sangat dini dideklarasikan Al-Qur’an, yaitu pada masa Mekkah tahun-tahun awal. Secara substasial, gagasan Tauhid Sosial Syafi’i Ma’arif menggambarkan dua hal: pertama, iman adalah kekuatan yang menjadi pilar utama perjalanan sejarah umat Islam. Kedua, iman harus mampu menjawab dimensi praksis persoalan keummatan.(Ade Usman, 2006. http:// my.opra.Com/adieusman/htm) Memilih Islam adalah menjalani suatu pola kehidupan yang utuh dan terpadu (integrated), di bawah prinsip-prinsip tauhid. Setiap aspek kehidupan yang dijalani merupakan refleksi dari prinsip-prinsip tauhid.
Islam menolak pola kehidupan yang fragmentatif, dikotomik, dan juga sinkretik. Praktek kehidupan seperti ini telah ditunjukkan dalam perjalanan kerasulan Muhammad yang diteruskan oleh sebagian generasi setelahnya. Islam berprinsip pada tauhid, lebih dari segalanya. Sehingga kekuatan tauhid inilah yang menjadi pengawal dan pusat dari semua orientasi nilai Artinya, kekuatan tauhid ini harus diaktualisasikan, bukan hanya tersimpan dalam teks-teks suci. Masyarakat yang adil harus didirikan dalam prinsip ‘amrun bi al-ma’ruf wa nahyun ‘ani al-munkar’. Tugas ini dibebankan pada rasul, pemerintah dan umat yang beriman secara keseluruhan, yang kemudian terwujud dalam dimensi sosial, politik, ekonomi dan budaya.
Dalam perspektif yang berbeda, cendekiawan muslim, Kuntowojoyo, menyatakan bahwa nilai-nilai Islam sebenarnya bersifat all-embracing bagi penataan sistem kehidupan sosial, politik, ekonomi dan budaya. Oleh karena itu, tugas terbesar Islam sebenarnya adalah melakukan transformasi sosial dan budaya dengan nilai-nilai tersebut. (Kuntowijoyo, 1991 : 197). Di dalam Al-Qur’an kita sering sekali membaca seruan agar manusia itu beriman, dan kemudian beramal. Dalam surah Al-Baqarah ayat kedua misalnya, disebutkan bahwa agar manusia itu menjadi muttaqin, pertama-tama yang harus ia miliki adalah iman, ‘percaya kepada yang gaib’, kemudian mendirikan shalat, dan menunaikan zakat. Di dalam ayat tersebut dapat dilihat adanya trilogi iman-shalat-zakat. Sementara dalam formulasi lain, ada juga trilogi iman-ilmu-amal. Dengan memperhatikan ini, penulis menyimpulkan bahwa iman berujung pada amal, pada aksi. Artinya, tauhid harus diaktualisasikan: pusat keimanan Islam adalah Tuhan, tetapi ujung aktualisasinya adalah manusia.
Manusia memiliki dua kekuatan. Pertama, Nazairah (penyelidikan) puncaknya adalah mengenal hakekat sesuatu menurut keadaan yang sebenarnya. Dua, Amaliah (tindakan) puncaknya melaksanakan menurut semestinya dalam urusan hidup dan penghidupan. (Syulthut, 1994 : 49). Oleh sebab itu tauhid juga bisa dibagi dalam dua tahapan dalam aktualisasinya, tauhid i'tiqadi ilmi (keyakinan teoritis) dengan tauhid amali suluki (amal perbuatan praktis) atau dengan istilah lain dua ketauhidan yang tidak dapat dipisahkan antara yang satu dengan yang lain. (Qordhawi,1996:33). Kedua bentuk kekuatan tauhid ini mempunyai keterkaitan yang tidak bisa dipisahkan, maka keduanya harus dijalankan secara seimbang.
AM Fatwa menegaskan bahwa setiap perbuatan pribadi akan menyebabkan berbagai implikasi kemasyarakatan, maka tanggung jawab pribadi itu memberi akibat adanya tanggung jawab sosial. Inilah yang sering dipahami dari rahasia susunan Al Quran bahwa setiap kali Kitab Suci menyabut kata iman (aamanu) yang merupakan perbuatan peribadi selalu diikuti dengan penyebutan amal saleh (aamilus shalihati) yang merupakan tindakan kemasyarakatan. (AM. Fatwa, 2001:51). Jika tauhid teoritis dapat melakukan perubahan batiniah dan pembebasan spiritual, maka tauhid praktis dapat melakukan rekonstruksi dan reformasi sosial. Tauhid ibadah atau tauhid praktis inilah yang di istilahkan oleh Prof. Dr. Amin Rais dengan sebutan Tauhid Soaial.
Prof. Dr. Amin Rais mengatakan bahwa yang dimaksud tauhid Sosial adalah dimensi sosial dari Tauhidullah. Dimaksudkan agar tauhid Ilahiyah dan Rububiyah yang sudah tertanam di kalangan kaum muslimin dan muslimat, bisa diturunkan lagi kedataran pergaulan sosial, realitas sosial, secara konkrit. ( Rais, 1998: 108) Dengan demikian, Islam menjadikan tauhid sebagai pusat dari semua orientasi nilai. Sementara pada saat yang sama melihat manusia sebagai tujuan dari transformasi nilai. Dalam konteks inilah Islam disebut sebagai rahmatan li al’alamin, rahmat untuk alam semesta, termasuk untuk kemanusiaan. Dengan melihat penjelasan diatas, Tauhid Sosial sebenarnya merupakan perwujudan aksi sosial Islam dalam konteks menjadikannya sebagai rahmatan li al’alamin. Proses menuju ke arah itu harus dimulai dari penguatan dimensi tauhid, kemudian dimensi epistemik, lalu masuk dalam dimensi amal berupa praktek sosial kepada sesama manusia. Dengan kata lain bahwa Tauhidull
Oleh. Immawan Luqman Novanto
Takmir Masjid Tanwir Komlepk PTM Jl. Tidar No 21
ah harus diujudkan dalam praktek sosial.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar